Tips Bepergian dengan Pesawat untuk Ibu Hamil, Nyaman dan Aman!

Tips Bepergian dengan Pesawat untuk Ibu Hamil, Nyaman dan Aman

Bepergian dengan pesawat saat hamil mungkin memerlukan persiapan ekstra, namun tetap bisa dilakukan dengan aman dan nyaman asalkan mematuhi beberapa panduan penting. Berikut ini beberapa tips untuk ibu hamil yang akan bepergian dengan pesawat:

1. Konsultasikan dengan Dokter

Sebelum memesan tiket, pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan. Biasanya, bepergian dengan pesawat aman untuk kehamilan trimester pertama dan kedua. Namun, pada trimester ketiga, beberapa maskapai memiliki kebijakan khusus yang membatasi perjalanan udara, terutama setelah minggu ke-36. Dokter juga dapat memberikan saran terkait risiko perjalanan, terutama bagi ibu yang memiliki komplikasi kehamilan.

2. Pilih Maskapai dengan Kebijakan yang Sesuai

Pastikan untuk memeriksa kebijakan maskapai mengenai ibu hamil. Beberapa maskapai memerlukan surat keterangan dari dokter untuk memastikan Anda diizinkan terbang, terutama jika usia kehamilan sudah mendekati waktu persalinan. Pilihlah maskapai yang menawarkan penerbangan non-stop untuk meminimalkan waktu perjalanan.

3. Duduk di Tempat yang Nyaman

Memilih tempat duduk yang nyaman sangat penting bagi ibu hamil. Pilih kursi di dekat lorong agar Anda lebih mudah bergerak atau pergi ke toilet. Jika memungkinkan, pesan tempat duduk dengan ruang kaki yang lebih luas agar Anda bisa meregangkan kaki dan duduk lebih nyaman.

4. Gunakan Sabuk Pengaman dengan Benar

Saat duduk di pesawat, pastikan untuk menggunakan sabuk pengaman di bawah perut, pada bagian panggul. Ini adalah posisi yang aman bagi ibu hamil dan janin, serta tetap efektif jika terjadi turbulensi.

5. Perbanyak Gerakan dan Hindari Duduk Terlalu Lama

Duduk terlalu lama dapat meningkatkan risiko pembekuan darah, terutama bagi ibu hamil. Oleh karena itu, usahakan untuk berjalan-jalan di lorong pesawat setiap beberapa jam. Jika tidak memungkinkan, lakukan gerakan peregangan di tempat duduk seperti meluruskan kaki dan memutar pergelangan kaki.

6. Tetap Terhidrasi

Dehidrasi dapat terjadi lebih cepat saat berada di dalam pesawat karena udara kabin yang kering. Bawa botol air minum dan pastikan untuk meminumnya secara teratur. Hindari minuman berkafein karena dapat meningkatkan dehidrasi.

7. Kenakan Pakaian yang Nyaman

Gunakan pakaian longgar dan nyaman saat terbang. Hindari pakaian yang ketat agar peredaran darah tidak terganggu. Selain itu, bawa jaket atau syal untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat saat udara di dalam pesawat terasa dingin.

8. Siapkan Dokumen Penting

Bawa salinan hasil pemeriksaan kehamilan dan catatan medis untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama perjalanan. Jika bepergian ke luar negeri, pastikan asuransi perjalanan mencakup biaya medis yang berhubungan dengan kehamilan.

 

Kebiasaan Kerja yang Bisa Menjadi Tanda Depresi, Kenali!

Kebiasaan kerja yang tidak sehat sering kali bisa menjadi tanda awal depresi. Depresi bisa mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk cara kita bekerja dan berinteraksi di tempat kerja. Mengenali kebiasaan kerja yang mungkin menunjukkan adanya depresi penting untuk mendapatkan bantuan yang tepat dan mengelola kesehatan mental dengan lebih baik. Berikut adalah beberapa kebiasaan kerja yang bisa menjadi tanda depresi:

1. Penurunan Kinerja dan Produktivitas

Salah satu tanda depresi adalah penurunan kinerja dan produktivitas. Jika seseorang tiba-tiba mengalami kesulitan menyelesaikan tugas yang sebelumnya mudah dilakukan, atau jika pekerjaan yang dikerjakan menjadi tidak memadai, ini bisa menjadi indikasi adanya masalah kesehatan mental. Depresi sering kali menyebabkan penurunan energi dan motivasi, yang dapat memengaruhi kemampuan untuk bekerja secara efektif.

2. Rasa Kelelahan yang Terus-Menerus

Kelelahan yang tidak kunjung hilang, meskipun telah cukup tidur, adalah tanda umum depresi. Individu yang mengalami kelelahan ekstrem mungkin merasa sulit untuk fokus atau mempertahankan konsentrasi selama jam kerja. Kelelahan ini bisa mempengaruhi produktivitas dan membuat seseorang merasa semakin tertekan.

3. Menarik Diri dari Rekan Kerja

Depresi sering kali menyebabkan seseorang merasa terasing dan tidak tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika seseorang mulai menarik diri dari rekan kerja, menghindari pertemuan atau diskusi kelompok, atau mengurangi partisipasi dalam kegiatan tim, ini bisa menjadi tanda bahwa mereka sedang berjuang dengan masalah mental.

4. Menyingkirkan Tugas dan Deadline

Mengabaikan tenggat waktu atau menghindari tanggung jawab kerja dapat menjadi tanda bahwa seseorang sedang mengalami depresi. Ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas atau sering terlambat dalam memenuhi deadline dapat mencerminkan kurangnya motivasi atau rasa putus asa.

5. Perubahan Pola Tidur dan Makan

Perubahan signifikan dalam pola tidur dan makan juga bisa mempengaruhi kebiasaan kerja. Misalnya, jika seseorang mulai tidur terlalu banyak atau sebaliknya, mengalami insomnia, atau mengalami perubahan drastis dalam nafsu makan, ini bisa mempengaruhi kinerjanya di tempat kerja. Perubahan ini sering kali berkaitan dengan gangguan mood seperti depresi.

6. Perasaan Tidak Berguna atau Rendah Diri

Perasaan tidak berguna atau rendah diri yang intens bisa memengaruhi cara seseorang melihat pekerjaannya dan kemampuannya. Individu yang mengalami perasaan ini mungkin merasa tidak mampu memenuhi harapan atau merasa bahwa pekerjaan mereka tidak berharga. Ini bisa menyebabkan mereka berhenti mencoba atau menjadi kurang bersemangat dalam pekerjaannya.

7. Kehilangan Minat pada Tugas yang Dulu Menyenangkan

Jika seseorang mulai kehilangan minat pada tugas atau proyek yang sebelumnya mereka nikmati, ini bisa menjadi tanda depresi. Depresi seringkali membuat aktivitas yang biasanya menyenangkan menjadi tidak menarik atau tidak memotivasi lagi.

Perbedaan penuaan fisik pada pria dan wanita yang bisa Anda amati

Penuaan fisik pada pria dan wanita menunjukkan perbedaan yang signifikan yang dapat diamati dalam berbagai aspek, mulai dari perubahan kulit hingga perubahan pada tubuh secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa perbedaan utama yang sering terlihat:

1. Perubahan Kulit

Kerutan dan Garis Halus: Pada umumnya, kerutan dan garis halus muncul lebih awal dan lebih jelas pada wanita dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur kulit dan perubahan hormonal. Wanita mengalami penurunan kadar estrogen setelah menopause, yang mempengaruhi elastisitas dan kelembapan kulit. Sebaliknya, pria memiliki kulit yang lebih tebal dan kandungan kolagen yang lebih tinggi, sehingga kerutan pada pria biasanya muncul lebih lambat.

Kekeringan dan Kelembapan: Kulit wanita cenderung menjadi lebih kering seiring bertambahnya usia karena penurunan estrogen, yang mengurangi produksi minyak alami. Kulit pria, meskipun juga bisa mengalami kekeringan, cenderung tetap lebih berminyak dan tidak terlalu cepat menunjukkan tanda-tanda kekeringan yang ekstrem.

Bintik Penuaan: Bintik-bintik penuaan atau sun spots sering muncul pada pria yang sering terpapar sinar matahari tanpa perlindungan. Pria cenderung lebih sering mengalami paparan sinar matahari karena kebiasaan luar ruangan mereka, sementara wanita sering menggunakan produk perawatan yang mengandung pelindung matahari, sehingga mereka mungkin memiliki lebih sedikit bintik penuaan.

2. Perubahan pada Rambut

Kebotakan: Pria lebih sering mengalami kebotakan pola pria, yang biasanya dimulai dari bagian atas kepala atau dahi dan menjadi lebih jelas seiring bertambahnya usia. Ini disebabkan oleh pengaruh hormon dihidrotestosteron (DHT) yang memengaruhi folikel rambut. Wanita, sebaliknya, lebih cenderung mengalami penipisan rambut difus yang terjadi secara merata di seluruh kepala dan lebih jarang mengalami kebotakan total.

Perubahan Warna Rambut: Pertumbuhan rambut beruban juga berbeda antara pria dan wanita. Pria sering kali mulai mengalami uban di usia yang lebih muda dibandingkan wanita. Wanita cenderung memiliki uban yang lebih tersebar dan mungkin lebih lambat mengalami uban yang luas.

3. Perubahan pada Tubuh

Distribusi Lemak: Pria dan wanita memiliki pola distribusi lemak yang berbeda. Pada pria, lemak cenderung menumpuk di sekitar perut (lemak visceral), sedangkan wanita biasanya menyimpan lemak di area paha, pinggul, dan bokong. Setelah menopause, wanita juga mulai mengalami penumpukan lemak di area perut, tetapi ini tidak mengubah distribusi lemak pria yang sudah ada.

Massa Otot: Pria biasanya memiliki massa otot yang lebih banyak dibandingkan wanita karena pengaruh testosteron. Seiring bertambahnya usia, pria mungkin mengalami penurunan massa otot yang lebih sedikit dibandingkan wanita. Wanita sering mengalami penurunan massa otot yang lebih signifikan, yang dapat mempengaruhi kekuatan fisik dan bentuk tubuh mereka.

Alasan Kolesterol Masih Tinggi Walau Sudah Hidup Sehat

Banyak orang yang merasa bingung ketika kadar kolesterol mereka tetap tinggi meskipun sudah menjalani gaya hidup sehat. Biasanya, dengan menjaga pola makan dan rutin berolahraga, kadar kolesterol dalam darah diharapkan turun. Namun, beberapa faktor lain bisa menjadi penyebab kolesterol tetap tinggi meski sudah berusaha menjalani hidup sehat. Berikut beberapa alasan mengapa kondisi ini bisa terjadi:

1. Faktor Genetik (Hiperkolesterolemia Familial)

Salah satu penyebab paling umum kolesterol tinggi yang sulit dikendalikan adalah faktor genetik, atau yang dikenal sebagai hiperkolesterolemia familial. Ini adalah kondisi turunan di mana tubuh secara alami memproduksi kolesterol dalam jumlah tinggi, terutama kolesterol jahat (LDL). Orang dengan kondisi ini bisa mengalami kolesterol tinggi meskipun sudah menjalani gaya hidup sehat dengan pola makan rendah lemak dan berolahraga secara rutin. Dalam banyak kasus, mereka membutuhkan pengobatan dengan statin atau obat penurun kolesterol lainnya.

2. Konsumsi Makanan yang Tersembunyi Mengandung Kolesterol

Walaupun kamu sudah berusaha menghindari makanan tinggi kolesterol, ada kemungkinan beberapa jenis makanan yang kamu konsumsi masih mengandung lemak jenuh atau lemak trans secara tersembunyi. Misalnya, makanan kemasan, makanan yang digoreng, atau produk olahan susu tertentu dapat mengandung lemak jenuh yang dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah. Oleh karena itu, penting untuk lebih teliti dalam membaca label gizi pada kemasan makanan dan memilih makanan segar yang lebih alami.

3. Kurang Serat dalam Pola Makan

Serat, terutama serat larut, sangat penting dalam menurunkan kadar kolesterol. Serat larut ditemukan dalam makanan seperti oatmeal, kacang-kacangan, buah-buahan, dan sayuran. Serat ini bekerja dengan mengikat kolesterol di usus dan membantu mengeluarkannya dari tubuh sebelum diserap. Jika asupan serat dalam dietmu kurang, tubuh mungkin masih menyerap lebih banyak kolesterol dari makanan, sehingga kadar kolesterol tetap tinggi meskipun sudah menghindari lemak jenuh.

4. Pengaruh Obat-obatan

Beberapa obat dapat memengaruhi kadar kolesterol dalam tubuh. Obat-obatan seperti diuretik, beta-blocker, dan antidepresan dapat meningkatkan kadar LDL atau menurunkan kadar kolesterol baik (HDL). Jika kamu mengonsumsi obat-obatan tertentu dan kadar kolesterolmu tetap tinggi, bicarakan dengan dokter apakah obat tersebut mungkin berkontribusi terhadap masalah ini dan jika ada alternatif yang lebih cocok untuk kondisi kesehatanmu.

Apa Itu Runner’s Body dan Seperti Apa Penampakannya?

“Runner’s body” adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan tipe tubuh yang umum dimiliki oleh pelari, terutama pelari jarak jauh. Istilah ini tidak memiliki definisi medis yang resmi, tetapi biasanya mengacu pada bentuk tubuh dan karakteristik fisik yang berkembang sebagai hasil dari latihan lari yang intens dan konsisten. Berikut adalah beberapa ciri khas dari “runner’s body” dan penampakannya:

1. Otot yang Terlatih dan Ramping Salah satu ciri utama dari “runner’s body” adalah otot yang ramping dan terlatih. Pelari, terutama pelari jarak jauh, cenderung memiliki massa otot yang relatif rendah tetapi dengan definisi otot yang jelas. Otot-otot kaki, terutama paha, betis, dan otot inti (core), sering kali lebih berkembang dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya. Ini karena latihan lari yang teratur melibatkan kontraksi otot-otot tersebut secara konsisten.

2. Persentase Lemak Tubuh yang Rendah Pelari umumnya memiliki persentase lemak tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan individu yang tidak aktif. Ini disebabkan oleh kebutuhan tubuh untuk membakar kalori secara efisien selama latihan lari. Meskipun demikian, penampilan fisik dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti genetik, jenis latihan, dan pola makan. Biasanya, lemak tubuh akan terdistribusi secara merata di seluruh tubuh, tetapi mungkin ada sedikit penumpukan lemak di area tertentu.

3. Kaki yang Kuat dan Berotot Kaki adalah bagian tubuh yang paling terlihat pada pelari, terutama pada pelari jarak jauh. Kaki pelari sering kali menunjukkan bentuk otot yang kuat dan ramping, dengan betis yang terlihat lebih berdefinisi. Otot-otot ini membantu dalam memberikan dorongan dan stabilitas saat berlari, serta membantu dalam mengatasi berbagai jenis medan.

4. Postur Tubuh yang Tegap Pelari sering kali memiliki postur tubuh yang tegap dan tubuh yang cenderung lebih ramping. Ini disebabkan oleh otot inti yang kuat dan latihan lari yang melibatkan tubuh bagian atas. Postur yang baik membantu pelari untuk berlari lebih efisien dan mengurangi risiko cedera.

5. Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah yang Baik Meskipun tidak selalu terlihat secara langsung, pelari sering memiliki kesehatan jantung dan sistem kardiovaskular yang baik. Latihan lari yang konsisten dapat meningkatkan kapasitas paru-paru, kekuatan jantung, dan kesehatan pembuluh darah. Ini mungkin tidak tampak secara fisik, tetapi dapat dirasakan melalui stamina dan daya tahan yang lebih baik.

6. Variasi Individu Penting untuk diingat bahwa “runner’s body” dapat bervariasi dari individu ke individu. Faktor-faktor seperti genetik, jenis latihan, dan diet dapat mempengaruhi bagaimana tubuh seorang pelari tampak. Beberapa pelari mungkin memiliki tubuh yang lebih berotot atau lebih ramping dibandingkan dengan yang lain, tetapi ciri-ciri umum dari “runner’s body” tetap sama.

7. Perubahan Tubuh Selama Waktu Seiring dengan waktu dan latihan yang konsisten, tubuh pelari mungkin mengalami perubahan. Selama masa latihan intensif, pelari mungkin kehilangan beberapa lemak tubuh dan meningkatkan massa otot kaki. Namun, perubahan ini biasanya terjadi secara bertahap dan dapat disesuaikan dengan gaya hidup serta pola latihan individu.